Awas Ancaman Pedofil!
Daftar Isi
Dunia ini tidak hanya dihuni oleh orang baik. Meskipun jumlahnya sedikit, orang jahat betebaran di mana-mana. Sasaran mereka bukan hanya orang dewasa, melainkan juga anak-anak kita. Bukan cuma mengincar harta, tetapi juga kepuasan seksual. Salah satu dari orang-orang jahat itu adalah para predator pedofil, pengidap pedofilia (kelainan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai objeknya).
Pedofil-pedofil ini juga beraksi di dunia maya. Hati-hati! Kelompok pedofil ini, misalnya, membentuk grup rahasia di Facebook. Di sana, mereka leluasa bertukar foto dan video porno anak. Juga bertukar informasi mengenai identitas anak-anak tertentu di suatu daerah. Internet memang mempermudah para pemangsa anak ini dalam mengakses identitas calon korbannya.
Kenali Cara Kerja Pedofil
Menurut psikolog dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia Depok dan Klinik Tiga Generasi di Jakarta Selatan, Anna Surti Ariani, SPsi., MSi., Psi., langkah-langkah predator pedofil dalam “menerkam” mangsanya adalah sebagai berikut:- Accessing. Mereka mencari akses untuk bisa dekat dengan anak-anak. Bisa dengan cara bekerja di rumah sasarannya, menjadi teman orang tuanya, atau lainnya. Mereka juga terampil menggali informasi dari media sosial kita.
- Grooming. Setelah dekat secara lokasi, mereka akan berusaha dekat secara psikologi. Contohnya, dengan sering memberi anak hadiah, menawarkan diri menjaganya ketika kita repot, dan sebagainya. Proses ini panjang dan kompleks. Di sinilah, peluang pelecehan seksual mulai terbuka.
- Silencing. Di tahap aksi menutupi kejadian ini, pelaku akan meminta atau memaksa anak merahasiakan perbuatan bejatnya. Misalnya, dengan berkata, “Nanti kalau Mama tahu, kamu bisa dimarahi dan tidak dapat hadiah lagi, lo!” Atau bahkan, “Mama kamu bisa dipanggil polisi, terus dipenjara!” Anak kecil belum mampu menalar kebohongan semacam itu, jadi mereka akan menurut saja.
6 Langkah Mengamankan Buah Hati dari Ancaman Pedofil
- Pelitlah di Internet. Jangan royal membongkar informasi pribadi anak di media sosial atau situs web. Informasi yang kita pandang remeh semacam nama lengkap, sekolah, alamat tinggal, atau lainnya boleh jadi akses bagi sang predator menuju anak kita. Jangan pula mengumbar foto anak. Gadis cilik dengan rok mini atau bocah yang hanya mengenakan celana dalam mungkin terlihat lucu bagi Anda. Namun bagi pedofil, bisa jadi foto itu membangkitkan libidonya.
- Kumpulkan Data Orang yang Bekerja di Rumah. Terlalu mudah percaya dengan orang asing di lingkungan si anak bisa jadi awal malapetaka. Untuk mengantisipasinya, kumpulkan salinan KTP, Kartu Keluarga, serta fotolah wajah orang-orang yang sehari-harinya berada di sekitar anak kita. Misalnya, asisten rumah tangga, sopir pribadi, guru les panggilan, petugas keamanan, dan lainnya.
- Ajari Buah Hati Bagaimana Bersikap pada Orang Asing. Mending dicap sebagai anak yang dingin dan kurang ramah daripada keramahan anak kita berujung pada penculikan atau pelecehan. Seberapapun ramahnya orang asing, ajari buah hati untuk tidak terpancing. Jika diberi makanan dan kita sedang tidak ada di sana, mintalah si anak menolaknya dengan sopan. Ajari untuk tersenyum dan mengatakan “tidak, terima kasih” lalu langsung tinggalkan orang itu.
- Perkenalkan Batasan Organ Intim. Pastikan buah hati mengetahui betul mana bagian tubuhnya yang boleh dan tidak boleh dilihat, disentuh, atau dicium orang lain (termasuk oleh saudaranya). Ajarkan juga untuk marah jika ada orang selain ayah dan bundanya mencoba melihat atau menyentuh bagian-bagian itu.
- Ajari Mekanisme Pembelaan Diri. Kita tidak selamanya berada di samping buah hati. Jika ada orang selain orang tua yang sengaja menyentuh organ intim, entah buat lucu-lucuan maupun memang ada niat buruk, apa yang seharusnya dilakukan? Ajari anak untuk membentak, “Jangan!” sambil memukul tangan orang itu. Atau kalau orang itu masih nekat, ajari anak untuk berteriak “tolong!” (alih-alih menjerit “Ayah! Bunda!”) sambil berlari ke kerumunan orang-orang yang lebih dikenalnya. Bilamana memungkinkan, ajari juga si kecil bela diri praktis.
- Bangun Hubungan Baik dengan Komunitas. Cari sebanyak-banyaknya figur lain yang bisa membantu anak jika sesuatu menimpanya. Misalnya, di sekolah, kita bisa membangun hubungan baik dengan wali murid yang lain atau guru-guru. Di rumah, kita menjalin hubungan dengan tetangga. Kalau kita baik dengan mereka, pasti mereka juga sayang dan peduli dengan anak kita.
Jadi, tetap waspada, tetapi tetaplah menggunakan akal sehat demi pendidikan anak.