Anak Bertanya: Penyayang Binatang, Kok, Menyembelih Binatang?
Daftar Isi
Di Keluarga Kecil Homerie, kami selalu menekankan anak-anak dan diri kami sendiri untuk menyayangi binatang. Semut sekalipun, dilarang dibunuh! Kecuali, tentu saja, bila tidak sengaja. Kami juga tidak pernah menonton pertunjukan-pertunjukan yang mengeksploitasi binatang, seperti sirkus lumba-lumba, topeng monyet, dan sebagainya. Sebab, kami tengarai pertunjukan-pertunjukan semacam itu melibatkan penyiksaan terhadap hewan yang menjadi bintangnya.
Namun, saat Iduladha kemarin, Ara tiba-tiba bertanya, “Kalau kita ini penyayang binatang, kenapa menyembelih kambing dan sapi?”
Terus terang, kami agak bingung menjawabnya, karena tidak menyangkanya. Secara logika, kita memang tidak akan menyakiti siapapun atau apapun yang kita sayangi.
Yang perlu dipahami, pertama, manusia adalah omnivora. Artinya, kita bisa memakan tumbuhan, tetapi doyan pula memakan daging. Apa ciri-cirinya? Yang kentara, kita memiliki gigi taring. Fungsi dari gigi ini adalah untuk memotong dan mengoyak daging.
Kita bukan karnivora atau makhluk yang hanya mau memakan daging yang bertaring panjang dengan gigi-gigi lainnya yang juga tajam. Kita juga bukan herbivora atau makhluk yang hanya mau memakan tumbuhan yang tidak mempunyai taring.
Karena manusia itu omnivora atau pemakan segala, maka secara alami, kita juga pemakan daging, selain juga sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Nah, untuk memakan daging, mau tidak mau kita harus membunuh dulu hewan tersebut.
Kejam? Sepintas, terlihat demikian. Namun, sejatinya ini peristiwa makan-dimakan yang lumrah. Alam mempertontonkannya setiap hari. Komodo memangsa rusa, singa memangsa zebra, cecak memangsa nyamuk, dan seterusnya. Itulah hukum alam!
Kalau dipikir kejam, kita memakan buah jeruk atau sayur selada itu kejam juga. Tumbuhan itu makhluk hidup juga, bukan? Kita membunuhnya ketika memetik atau memanennya. Apa namanya itu kalau bukan kejam? Beberapa penelitian biologi terkini bahkan menyimpulkan, tumbuhan juga punya perasan!
Jadi, apakah kita boleh membunuh hewan? Menurut kami, boleh jika ada alasan yang kuat. Misalnya….
Alasan #1: Untuk Bahan Pangan
Boleh membunuh hewan kalau dagingnya memang kita butuhkan. Pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Kita memerlukan protein hewani.Tetapi bukankah ada orang yang dapat bertahan tanpa makan daging? Memang. Biksu, Shaolin, vegetarian, atau orang yang takut gemuk tidak memakan daging, dengan alasan kesehatan atau agama. Ya, silakan saja, kita hargai. Namun, kita hargai juga orang yang memutuskan untuk tetap memakan daging, karena toh manusia adalah makhluk omnivora.
Dalam konteks Iduladha atau Idulkurban yang dipertanyakan Ara, kita menyembelih hewan untuk dimakan dagingnya. Kita juga memberikan makanan bergizi kepada orang-orang miskin, anak yatim, atau siapapun yang kelaparan. Hal-hal yang bermanfaat seperti itu tidak sepatutnya dipermasalahkan.
Yang harusnya dipermasalahkan adalah, membunuh hewan untuk iseng-iseng, lucu-lucuan, gagah-gagahan, hiburan, atau hal-hal yang bukan tergolong kebutuhan dasar manusia. Sebab, itu semua tidak ada gunanya.
Alasan #2: Untuk Keselamatan Jiwa
Nyawa dan keselamatan manusia juga merupakan kebutuhan dasar. Jadi, kita juga diperbolehkan membunuh binatang jika binatang itu dirasa membahayakan, terutama dalam kondisi genting.Ayah-Bunda, bayangkan balita Anda terpojok di sudut ruangan dan di depannya ada seekor kobra. Si anak histeris dan terus menangis. Apa yang Anda lakukan?
Jangan bilang Anda mau mengalihkan perhatian kobra itu supaya anak Anda bisa menyelinap keluar. Jangan bilang Anda mau menelepon pawang ular dulu, untuk mengamankannya. Keburu dipatuk ular anak Anda!
Refleks otak reptil kita pasti mengatakan: bunuh kobra itu segera! Sebab pilihannya anak Anda atau kobra itu.
Pada 28 Mei 2016, petugas kebun binatang di Cincinnati, Amerika Serikat, menembak mati seekor gorila setelah bocah empat tahun jatuh ke kandangnya. Masih ingat? Gorila itu bernama Harambe. Ia tidak bersalah. Justru anak manusia itu, tepatnya orang tuanya, yang teledor.
Namun, tanpa kompromi, petugas kebun binatang memberlakukan prosedur “hewan yang membahayakan jiwa”, sehingga langsung menembak Harambe dengan peluru tajam. Karena jika menggunakan peluru bius, takutnya ketika gagal membuat gorila itu langsung tidur, dia mengamuk dulu dan anak itu jadi sasarannya.
Alasan #3: Membebaskan Diri dari Gangguan Hewan
Alasan ini tidak berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia, tetapi sangat logis. Ambil contoh tikus-tikus di rumah kita. Binatang pengerat ini jauh dari membahayakan nyawa kita. Mereka “hanya” meninggalkan kotoran dan kencing di mana-mana, menggerogoti pintu, menjilat-jilat piring kotor, mencuri makanan di meja makan, dan mengacak-acak tempat sampah.Namun, apa yang Anda lakukan ketika di rumah banyak tikus berkeliaran? Membiarkannya atau membunuhnya? Cuek saja? Atau mengusahakan racun tikus, jebakan, atau senapan? Tolong beri pencerahan bila Anda punya solusi bebas tikus tanpa harus membunuh.
Atau, hewan yang lebih sederhana saja: nyamuk. Dari dulu, kami penasaran tentang bagaimana sikap penyayang binatang bila nyamuk menyerbunya. Membiarkan kulitnya ditembus sambil berdonasi darah? Atau memukul nyamuk tersebut hingga mati?
Jika Harus Membunuh Hewan, Bunuhlah tanpa Menyiksanya
Tiap hari, bahkan detik, hewan dibunuh, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Baik oleh manusia maupun oleh hewan-hewan lainnya. Ini adalah peristiwa biasa dalam ekosistem.Namun, untuk manusia yang beradab, tentu ada catatan tambahan. Bila kita harus membunuh hewan, bunuhlah dengan cara yang paling cepat dan sebisa mungkin tanpa membuat hewan itu berlama-lama menderita.
Mari kembali lagi ke Iduladha yang ditanyakan Ara. Dalam Islam, menyembelih hewan kurban bukan asal menyembelih. Kita diwajibkan:
- Menajamkan pisau dulu, agar proses kematian hewan kurban bisa cepat.
- Tidak mengasah pisau atau memotong hewan lain di depan hewan yang akan dipotong, karena itu akan membuat hewan tersebut ketakutan, panik, atau minimal stres.
- Langsung memotong dua urat tenggorokan dan kerongkongan. Ini akan membuat darah cepat mengucur, sehingga kematian datang lebih cepat. Prosedur membunuh binatang dengan sembelih ini pernah diteliti. Ternyata, cara ini yang menimbulkan kesakitan paling sedikit, dibanding kepala hewan dipukul martil, disetrum, ditembak, lehernya dipatahkan, atau prosedur-prosedur lainnya.
Dalam definisi kami, penyayang binatang adalah orang yang suka memberi makan binatang, menolong bila mereka mengalami kesulitan, dan membebaskan mereka di alam (tidak mengikat atau mengurung mereka). Kami tidak pernah mengatakan penyayang binatang tidak boleh membunuh binatang.
Sebagai penyayang binatang, jangan pernah menyakiti hewan. Kalaupun harus membunuhnya, harus ada alasan kuat, dan sebisa mungkin lakukan tanpa menyiksanya. Setidaknya, begitulah jawaban kami kepada Ara.