Cara Sederhana Membuat Pupuk Kompos dan Manfaatnya
Saat pandemi korona seperti sekarang, kita dianjurkan untuk seminimal mungkin bepergian. Tak heran bila banyak orang yang mendadak hobi berkebun di rumah, baik sebagai sarana rekreasi/rileksasi atau memenuhi sebagian kebutuhan pangannya secara mandiri. Apapun itu, bila kita bicara kegiatan berkebun, tentu harus bicara pula kebutuhan akan pupuk. Terutama pupuk kompos.
Sebelumnya, mungkin Ayah-Bunda sudah tahu, sampah rumah tangga terdiri dari dua jenis, yaitu organik dan non-organik. Sampah organik contohnya sayuran, buah-buahan, bumbu dapur, dedaunan, rumput, atau kayu. Sedangkan sampah non-organik misalnya plastik, baterai, beton, atau alat-alat elektronik yang rusak.
Nah, pupuk kompos adalah jenis pupuk hasil dari pembusukan sampah organik dan kotoran hewan ternak. Inilah jenis pupuk yang paling murah dan mudah dibuat. Bahkan kami yang tergolong pemula dalam bidang berkebun pun sudah bolak-balik membuat kompos.
Bahan dan Alat Pembuatan Kompos
Yang perlu Ayah-Bunda siapkan untuk pembuatan pupuk kompos hanya dua, yaitu wadahnya (komposter) dan sampahnya. Mari kita bahas satu per satu.Wadah sampah kompos, atau komposter, bisa apa saja. Bisa pot, kaleng, ember, tong, karung goni, botol plastik air mineral, botol minyak goreng, keranjang takakura, atau beli komposter jadi. Asalkan, wadah tersebut:
- Cukup besar. Minimal, gunakan botol air mineral 1,5 liter. Jangan lebih kecil dari itu, agar hasil komposnya nanti tidak terlalu sedikit.
- Terlindung. Jangan sampai sampah yang sedang dalam proses pengomposan terpapar sinar matahari, diacak-acak binatang (tikus, kucing, cecak), atau kehujanan. Jadi kalau itu pot tanaman, coba carikan tutupnya (atap) sekalian.
- Ada lubang-lubang ventilasi. Ini agar udara lancar keluar-masuk. Ingat, pengomposan tergolong proses aerob, artinya mikroba-mikroba yang membantunya membutuhkan oksigen.
- Ada lubang di bagian bawahnya. Ini supaya air lindi atau air hujan (seandainya kehujanan) dapat mengalir keluar.
Sampah, kalau mengendap lama, akan mengeluarkan lindi, air yang kental, lengket, serta bau. Memang menjijikkan, tetapi jangan dibuang. Sebab, air lindi bisa juga kita jadikan kompos cair alias Pupuk Organik Cair (POC). Encerkan dengan air biasa, POC niscaya juga siap menyuburkan tanah di sekitar tanaman kita.
Sekali lagi, sampah yang dapat menjadi kompos adalah sampah organik, seperti daun, rumput, akar tanaman, bunga, sisa sayuran, buah, kulit buah, cangkang telur, bumbu dapur, nasi basi, nasi aking, ampas kopi, bubuk teh, kertas-kardus-tisu bekas, potongan kayu, serbuk gergaji, bulu hewan yang rontok, guntingan rambut, atau kotoran hewan. Semuanya mudah diperoleh dan gratis, bukan?
Namun, tidak semua sampah organik dapat dijadikan pupuk kompos. Jangan memakai sampah-sampah organik berikut ini:
- Minyak goreng, mentega, tumbuhan yang terkena penyakit, kertas kado berbahan metalik, kacang walnut, kaca, kardus makanan dan minuman berbahan metal.
- Sampah bertekstur keras, seperti tulang hewan atau batang pohon. Sebab, proses pengomposannya pasti akan lama.
- Sisa daging atau ikan, karena nanti kompos bisa berbau menyengat dan muncul belatung.
- Kotoran hewan non-ternak dan yang bukan herbivora. Tinja kucing atau anjing, misalnya. Alih-alih menyuburkan tanah, malah dapat membawa penyakit.
Setelah wadah dan sampah siap, kita butuh alat-alat untuk membuat komposter. Berdasarkan pengalaman Keluarga Kecil Homerie, alat untuk membuat komposter sederhana hanya dua: solder/obeng/paku (untuk melubangi wadah) dan pisau/gunting (untuk memotong sampah). Simpel sekali, bukan?
Cara Membuat Pupuk Kompos
Bahan dan alat pembuatan kompos sudah siap? Sekarang, mari kita ikuti langkah-langkah sederhana untuk memproduksi kompos sendiri ini:- Lubangi wadah. Beri lubang kecil di bagian atas, tengah, dan bawah di setiap sisinya untuk memasok oksigen bagi mikroba-mikroba pengompos. Jangan lupa, bagian bawah harus bolong juga. Namun, lubangnya jangan terlalu lebar juga, supaya sampah-sampah yang sedang dikompos tidak jatuh keluar wadah.
- Masukkan sampah organik. Sebelumnya, potong, sobek, atau cacah sampah itu. Semakin kecil sampah, semakin baik. Selain agar dapat dimasukkan melalui lubang, juga supaya proses pengomposannya lebih cepat dan hasil komposnya nanti kecil-kecil serupa tanah. Wadah bisa langsung dipenuhi, kalau memang stok sampahnya banyak. Atau bisa juga diisi dengan sampah organik secara bertahap. Mana yang lebih baik? Tentu yang langsung isi penuh, sehingga komposter tidak perlu terlalu sering dibuka sampai masa panen.
- Aktifkan mikroorganisme pengurai. Aktivator atau mikroorganisme pengurai dapat diperoleh dari pupuk kompos sebelumnya, kotoran ternak, atau cairan Effective Microorganism 4 (EM4) yang dijual di toko-toko pertanian. Sesudah aktivator ditambahkan, siramkan air gula atau leri (air rendaman beras) sebagai makanan bagi mikroorganisme. Langkah ini tidak wajib, tetapi bisa mempercepat proses pengomposan secara signifikan.
- Periksa berkala. Komposter yang sudah penuh cukup diperiksa dan diaduk-aduk seminggu sekali. Kalau ada siput, kelabang, cacing, itu wajar, tetapi segera singkirkan dari komposter. Jika sebelum sebulan sampah terlihat kering, tambahkan sampah-sampah hijau (nitrogen). Misalnya, daun-daun segar, batang sayur, atau sampah buah yang berair. Alternatifnya, perciki saja dengan air dan aduk sampai adonan kompos menjadi lembap. Namun bila kompos becek atau bahkan banjir (mungkin habis kehujanan), buang airnya, lalu tambahkan sampah-sampah cokelat atau karbon dan aduk rata. Sampah karbon meliputi daun-daun kering, ranting kayu, sekam padi, kulit jagung, sobekan-sobekan kardus, dan kertas. Alternatifnya, taburi sedikit pasir dan aduk sampai kompos lebih kering.
- Saatnya panen. Setelah proses pengomposan berjalan satu atau dua bulan, kompos mungkin siap dipanen. Ciri-ciri kompos yang sudah jadi adalah warnanya seperti tanah (hitam atau cokelat tua merata), baunya seperti tanah (bukan aroma sampah lagi), dan kelembapannya juga seperti tanah. Jika adonan kompos sudah seperti itu, Ayah-Bunda tinggal mengayaknya agar lebih halus serbuknya dan simpan. Atau, boleh juga langsung mencampur tanah dan menggunakannya sebagai media tanam.
Hati-hati, bila kompos belum memenuhi ketiga ciri di atas, jangan buru-buru menjadikannya pupuk. Sebab, bisa jadi proses pengomposan masih berlangsung dan sampah sedang mengeluarkan gas metana. Gas-gas semacam ini dapat “mencekik” tanaman dan berpotensi membuat tumbuhan mati.
Supaya lebih ada gambaran, Ayah-Bunda bisa menonton video pembuatan kompos ini:
Manfaat Pupuk Kompos
Sama seperti pupuk-pupuk jenis lain, fungsi utama kompos juga untuk membuat tanah subur. Perbedaannya, pupuk kompos lebih alami dan tanpa bahan-bahan kimia buatan. Untuk lengkapnya, berikut ini manfaat pupuk kompos bagi lingkungan dan tanaman:- Membuat tanah lebih gembur dengan cara memperbaiki strukturnya
- Meningkatkan daya serap tanah terhadap air, sehingga tanah tidak mudah banjir atau menggenang setelah kehujanan
- Memperkaya nutrisi dan unsur hara tanah, sehingga lebih subur dan lebih baik dalam mendukung pertumbuhan (hampir semua jenis) tanaman
- Meningkatkan aktivitas mikroba tanah, sehingga tanah kembali ke dalam bentuk alaminya
- Mengontrol suhu tanah serta menyeimbangkan PH (tingkat keasaman) tanah
Di samping itu, ada juga manfaat membuat kompos bagi kita selaku pekebun. Antara lain, mengurangi timbunan sampah di rumah, menghemat biaya pembelian pupuk, menjadi kegiatan yang mengasyikkan sekaligus edukatif bagi anak karena mereka akan tahu bagaimana alam bekerja.
Nah, dengan banyaknya manfaat pupuk kompos tersebut, tidakkah Ayah-Bunda tertarik untuk mengompos?