Menyusuri Kota Lama Surabaya Zona Eropa
Surabaya punya banyak tempat bersejarah. Selain Tugu Pahlawan, ada juga Kota Lama. Konsepnya seperti Kota Tua Jakarta (Batavia Lama), Kota Lama Semarang, Kota Lama Banyumas, atau Kota Lama Banjarmasin: suatu area wisata dengan bangunan-bangunan lama peninggalan masa kolonial Belanda.
Beberapa waktu lalu, Keluarga Kecil Homerie berkesempatan mengunjungi Kota Lama Surabaya, terutama yang zona Eropa.
Revitalisasi Kota Lama Surabaya
Menurut kabar yang kami dengar sebelumnya, Pemkot Surabaya akan meresmikan Kota Lama sebagai wisata sejarah pada 31 Mei lalu, tepat di hari jadi Kota Surabaya ke-731.
Akan tetapi, ketika kami datang, Kota Lama Surabaya ternyata belum diresmikan. Fasilitas-fasilitas umum serta aksesori-aksesorinya sedang dibenahi. Debu dari tanah dan semen beterbangan. Kabel dan peralatan pertukangan berserakan.
Padahal, di Instagram, sudah banyak yang membagikan video lokasi wisata baru di Surabaya Utara ini dalam bentuk terbaiknya. Bersih dan indah. Itulah mengapa, kami tertarik datang… dan kecele! Hehehe.
Namun, tidak apa-apalah. Toh, aura Kota Lama sebagai wisata heritage masih bisa kami rasakan. Belum jadi saja sudah bagus dan memang terlihat Eropa (tanpa dibuat-buat), apalagi nanti kalau sudah jadi.
Peresmian yang sebenarnya dari Wisata Kota Lama Surabaya diadakan pada Hari Minggu, 23 Juni 2024.
Lokasi dan Sejarah Kota Lama Surabaya Zona Eropa
Kota Lama Surabaya dibagi menjadi tiga zona: Eropa, Arab, dan Cina. Secara historis, tiga etnis asing atau negara-negara itulah yang memengaruhi perwajahan serta karakter masyarakat Surabaya, bahkan hingga hari ini.
Sebenarnya, masih ada satu zona lain, yakni Melayu. Namun, sepertinya zona ini kurang menjual, jadi mungkin Pemkot belum mau mengembangkannya dalam waktu dekat.
Di Zona Eropa inilah kami berjalan-jalan dan mengeksplorasinya. Benar-benar jalan dalam arti sebenarnya, alias menggunakan kaki.
Lelah? Sudah pasti.
Zona Eropa dari kota lama ini sendiri cukup luas. Namun, khusus untuk wisata, Pemkot berfokus di Jalan Rajawali, dekat Jembatan Merah atau Roode Brug. Kawasan tersebut terkenal sebagai tempat terbunuhnya Brigjen Mallaby, tepatnya di depan Gedung Internatio.
Pertempuran 10 November 1945 juga terjadi di Jembatan Merah. Perang kota yang tidak imbang itu menumpahkan banyak darah, karena itu kita menyebutnya sebagai Jembatan Merah.
Selain itu, di kawasan ini juga terdapat banyak bangunan cagar budaya. Gedung-gedung yang dulunya dipakai oleh pemerintahan Belanda itu kini kebanyakan difungsikan untuk perkantoran.
Kendati demikian, arsitektur asli bangunan-bangunan tersebut tetap dipertahankan. Selain karena artistik, juga untuk mengingatkan kita akan masa lalu, ketika para pemuda Surabaya membela kemerdekaan republik ini dengan nyawa.
Meski pada akhirnya mereka tidak memenangkan pertempuran, pengorbanan mereka patut kita kenang. Nah, mungkin atas dasar itu juga Pemkot Surabaya mengusahakan agar kawasan ini sekalian dijadikan objek wisata sejarah. Apalagi, sejak lama sebenarnya sudah banyak yang berkunjung ke kawasan yang Instagrammable ini.
Bangunan-bangunan Kota Lama Surabaya Zona Eropa
Beberapa meter sebelum Halte Jembatan Merah, ada kantor PT Pantja Niaga yang dulunya merupakan Kantor Dunlop & Kolff (Makelaarskantoor Dunlop & Kolff te Soerabaja). Lokasinya di Jalan Kutilang.
Di sini, kami disambut beberapa tukang becak motor (bentor) yang menawarkan jasanya. Mereka bersedia mengantar para pengunjung untuk berkeliling Kota Lama, entah dengan tarif berapa. Kami lebih memilih berjalan kaki saja.
Halte Bus Suroboyo berada di depan bangunan tua yang juga bergaya kolonial, namanya Oud Soerabaia, Handelskantoor.
Di seberang, berdiri Hotel Arcadia, bangunan tertinggi di Jalan Rajawali. Menurut sejarah, hotel ini dulunya merupakan kantor Geo Wehry & Co., yang bergerak di bidang perkebunan di Indonesia. Gedung ini dibangun pada 1913 oleh perusahaan kontraktor Hollandsche Beton Maatschappij.
Gedung Geo Wehry & Co. berbentuk persegi empat dan memanjang ke belakang. Bagian depan gedung digunakan untuk kantor, sedangkan bagian belakangnya untuk gudang. Sekarang, bagian depannya merupakan lobi hotel, sedangkan gudangnya berubah fungsi menjadi hotel yang menjulang sembilan lantai.
Jalan kaki lagi menuju Jembatan Merah, di sebelah Taman Sejarah yang sekarang sedang direnovasi, Ayah-Bunda akan melihat Gedung Internatio. Gedung ini dibangun pada 1927 oleh Algemeen Ingenieur Architectenbureau dan rampung pada 1931. Arsiteknya bernama Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels yang berasal dari Surabaya.
Pada mulanya, gedung ini berfungsi sebagai salah satu tempat pengelolaan perdagangan pada masa penjajahan Belanda: Internationale Crediet-en Handels-Vereeniging Rotterdam.
Di depan gedung inilah Brigjen Mallaby terbunuh di dalam mobilnya. Replika mobilnya sendiri dipajang di depan Taman Sejarah.
Lalu, di dekat pojok jalan Rajawali menuju Jalan Jembatan Merah, ada lagi sebuah gedung, yaitu Cigar "Said bin Oemar Bagil" Building, atau lebih dikenal dengan Gedung Cerutu. Dinamakan demikian karena terdapat menara di atas gedung yang bentuknya mirip cerutu.
Gedung tersebut dibangun sebagai kantor perusahaan gula pada 1916 oleh N.V. Maatsschappij Tot Exploitatie van Het Bureau Gebroders Knaud.
Akses Menuju Kota Lama Surabaya
Kota Lama Surabaya tergolong mudah diakses. Ayah-Bunda dapat menumpang Bus Suroboyo rute Terminal Purabaya-Pelabuhan Tanjung Perak dan turun di Halte Jembatan Merah.
Moda transportasi daring juga diperkenankan masuk area ini.
Sedangkan untuk berkeliling Kota Lama Surabaya, Ayah-Bunda bisa jalan kaki, naik bentor atau jip sewaan.
Ke depannya, setelah Kota Lama ini rampung direvitalisasi dan diresmikan, pengunjung bisa keliling-keliling kawasan ini dengan bersepeda. Ada persewaan sepeda gowes juga. Asyik, bukan?
Untuk lebih menghayati Kota Lama Surabaya, kami merekomendasikan berjalan kaki saja. Dengan catatan, jangan saat siang terik atau hujan. Namun, semua bisa diantisipasi dengan topi, payung, atau jas hujan.
Bawa juga air minum, Ayah-Bunda. Kalaupun beli, jangan buang kemasannya sembarangan, ya. Ingat, selain bisa mengotori lingkungan, kawasan ini juga merupakan kawasan cagar budaya. Jagalah kebersihan dan keindahan tempat ini.
Para pejuang kita sudah mati-matian memperjuangkannya. Mari kita ikut jaga dan hargai. Kita bisa jalan-jalan di sini, tertawa-tertawa, berswafoto, itu semua berkat arek-arek Suroboyo dan sekitarnya yang bondo nekat (bonek) tidak memedulikan nyawa sendiri ketika melawan Sekutu.
Semoga dengan direvitalisasinya Kota Lama ini, kita tidak hanya bergembira karena punya tempat baru untuk berwisata. Melainkan juga kita ingat akan perjuangan yang hebat kala itu.