De Javasche Bank Surabaya, Sejarah Panjang Dunia Perbankan di Indonesia

Daftar Isi
 De Javasche Bank Surabaya, Sejarah Panjang Dunia Perbankan di Indonesia  

Sejujurnya, kami tidak begitu tertarik dengan hal-hal yang menyangkut perbankan atau keuangan. Namun, karena kebetulan kami berada di Jalan Garuda, tidak ada salahnya mampir juga ke Museum De Javasche Bank Surabaya.

Sayangnya, setelah masuk, kami agak kecewa karena kurang mendapatkan wawasan dari sana. Mungkin karena waktu itu, ada rombongan anak sekolah yang sedang study tour. Suasana De Javasche Bank yang seharusnya tenang, jadi heboh dan membuat kami tidak leluasa mengeksplorasinya. Apa boleh buat.

Sejarah De Javasche Bank Surabaya

Sejarah De Javasche Bank Surabaya

De Javasche Bank didirikan pada 1828 setelah mendapat otorisasi dari Raja Willem I, tetapi baru dibuka secara resmi pada 14 September 1829. Bank ini diberi hak oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan monopoli dalam mengeluarkan uang.

Sejak itu, De Javasche Bank terkenal sebagai bank sirkulasi atau bank of issue. Ini menjadikannya sebagai bank sirkulasi tertua di wilayah Asia.

Di kemudian hari, De Javasche Bank merupakan cikal bakal bank sentral di Indonesia. Tidak heran, sejak 1909, bank ini memiliki beberapa tugas yang biasa dilakukan oleh bank sentral, di antaranya mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas, mendiskonto wesel, surat utang jangka pendek, dan obligasi negara, menjadi kasir pemerintah, dan menyimpan serta menguasai dana-dana devisa.

De Javasche Bank sempat ditutup pada masa pendudukan Jepang. Pada kurun waktu 1945-1949, bank ini secara bertahap melakukan pembukaan kembali kantor cabangnya di Indonesia.

Pertama, De Javasche Bank membuka kantor pusatnya yang berada di Jakarta pada Maret 1946. Kemudian disusul dengan kantor cabang di beberapa daerah di Indonesia, termasuk De Javasche Bank di Surabaya.

Pada 1951, dilakukanlah nasionalisasi De Javasche Bank yang bertujuan untuk mengubah dan mengisinya dengan tujuan dan misi yang sejalan dengan aspirasi pembangunan nasional. Peristiwa ini juga dilakukan sebagai upaya pembentukan Bank Indonesia.

Arsitektur Gedung De Javasche Bank

Arsitektur Gedung De Javasche Bank

Gedung De Javasche Bank memiliki gaya arsitektur Neorenaisans yang memadukan arsitektur Eropa dan Hindu-Jawa. Hal ini tampak pada atap mansard dan ornamen-ornamen lainnya, seperti ukiran khas Jepara yang rumit karena selain berfungsi sebagai dekorasi, juga mengandung unsur filosofis.

Bukan hanya itu. Keunikan lain juga bisa kita lihat dari lantainya yang terbuat dari teraso yang terbukti tahan lama dan mudah dalam perawatannya. Skylight yang terbuat dari kaca patri yang menambah kesan megah dan memungkinkan cahaya matahari masuk melimpah, sehingga membantu penerangan saat siang.

Sebagai bangunan bank, De Javasche Bank juga mengedepankan keamanan. Bangunan seluas 1.000 meter persegi yang sempat dirobohkan pada 1910 ini juga menggunakan beberapa material yang kokoh dan multifungsi.

Cermin raksasa, misalnya. Bukan hanya untuk dekorasi, tetapi juga memiliki fungsi sebagai kamera pengawas untuk menjaga keamanan brankas. Ini semacam CCTV zaman Belanda. Siapapun yang melintas di sekitar ruang penyimpanan uang akan mudah dipantau dari pantulan kacanya.

Fasilitas dan Koleksi De Javasche Bank

Fasilitas dan Koleksi De Javasche Bank

Fasilitas umum yang terdapat di De Javasche Bank antara lain tempat parkir, meja informasi, toilet, pemandu wisata, dan spot foto yang Instagrammable. Meski cocok buat foto-foto, jangan lupa patuhi aturannya. Sebab, ada beberapa titik yang tidak boleh disentuh, seperti sofa yang tidak boleh diduduki.

Gedung De Javasche Bank terbagi atas tiga lantai. Lantai dasar (basement) untuk menyimpan koleksi bank, lantai dua untuk area perkantoran atau teller, dan lantai tiga untuk tempat dokumentasi atau arsip.

Lantai dasar

Di lantai inilah terdapat CCTV yang dimaksud tadi. Di sini terdapat ruang penyimpanan uang yang dibangun dengan sangat kokoh. Ketebalan dinding temboknya mencapai 1,5 meter. Seluruh pintu utama akses keluar-masuk terbuat dari baja seberat 13 ton.

Untuk menjaga kondisi udara dan kelembapan agar uang dan barang berharga lain tidak cepat rusak, dibuatlah sejumlah ventilasi udara yang juga membuat sinar matahari leluasa masuk.

Tempat penyimpanan uang pun dibuat berjarak sekitar satu meter, atau dibangun tidak mepet tembok. Dan untuk mendapatkan suhu yang sejuk, Belanda menggunakan teori kendi.

Seperti yang kita tahu, kendi bekerja berdasarkan prinsip penguapan untuk membantu pendinginan air. Seperti itulah “AC” zaman kolonial di ruang tempat penyimpanan uang.

Di area ini, kita juga melihat koleksi mata uang kuno dan replika emas batangan yang disusun rapi dalam etalase kaca bening. Mulai mata uang zaman Belanda, Jepang, sampai Indonesia tempo dulu.

Tidak ketinggalan, macam-macam mesin dan alat perbankan, seperti mesin pemotong, mesin press, mesin penghitung, hingga mesin penghancur uang terpampang di pinggiran ruang.

Lantai dua

Di ruangan yang luas seperti aula inilah estetika gedung dapat dilihat dengan adanya skylight kaca patri. Penggunaan kaca patri yang merupakan kerajinan tangan khas Eropa ini membuat sinar matahari tropis leluasa menembus panel-panel kaca warna-warni.

Konon, bangunan peninggalan zaman Belanda yang dilengkapi seni kaca patri dengan jenis kaca dan motif seperti di gedung De Javasche Bank Surabaya ini tersisa di dua negara. Satu di Prancis, dan satunya di Indonesia, tepatnya di Surabaya. Wow!

Kita juga bisa melihat pintu putar yang terbuat dari baja, berkapasitas empat orang. Pintu putar ini didesain agar antara nasabah satu dan lainnya tidak saling bertemu atau berinteraksi. Kesepuluh ruang bilik transaksi ke tiap teller pun dilengkapi dengan kawat baja dan tiap nasabah bisa mengunci pintu dari dalam.

Lantai tiga

Ruangan ini merupakan tempat arsip. Umumnya, gedung peninggalan Belanda menempatkan arsip di lantai paling atas bangunan, karena lantai atas tidak mudah lembap.

Kami tidak bisa menyambangi lantai ini karena saat itu sedang ditutup. Entah untuk alasan apa.

Cara Mengakses De Javasche Bank

Berhubung lokasi De Javasche Bank berada di Kota Lama, kami pun menumpang Bus Suroboyo dan turun di Halte Jembatan Merah. Setelah itu, kami jalan kaki beberapa meter sebelum berbelok ke Jalan Garuda.

Gedung De Javasche Bank sudah terlihat dari jalan raya Kota Lama, sehingga kami tidak sampai tersesat. Kalau menurut petunjuk zaman dulu, gedung De Javasche Bank berada di pojok Schoolplein (sekarang Jalan Garuda) dan Werfstraat (sekarang Jalan Penjara).

Keberadaan bangunan yang diresmikan menjadi cagar budaya pada 27 Januari 2012 tersebut memang mudah ditemukan karena berdekatan dengan Jembatan Merah Plaza.

De Javasche Bank dapat diakses dari berbagai arah dan dilalui oleh berbagai jenis angkutan umum.

Ayah-Bunda yang datang dari luar kota dapat memilih naik kereta api dan turun di Stasiun Surabaya Kota. Setibanya di stasiun, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan umum dengan tujuan De Javasche Bank. Alternatif lainnya adalah memesan kendaraan daring menuju destinasi museum wisata ini.

Untuk masuk ke dalam museum, tidak ada biaya yang dibebankan kepada pengunjung, alias gratis. Cukup mengisi buku tamu yang diletakkan dekat meja informasi.

Dan jika Ayah-Bunda membawa kendaraan, akan dikenakan biaya retribusi parkir sebesar sekitar Rp3.000 untuk motor, sedangkan mobil dan bus akan dikenai biaya Rp5.000.

De Javasche Bank Surabaya

  • Alamat: Jalan Garuda 1, Kelurahan Krembangan Selatan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur 60175 (Google Maps
  • Jam Buka: Setiap hari pukul 08.00-16.00 
  • HTM: Gratis